Penggunaan Rak Bambu/Kayu untuk Budidaya Cacing Lumbricus

Untuk video kali ini adalah penggunaan rak bambu/kayu untuk budidaya cacing lumbricus. Penggunaan rak bambu cocok digunakan untuk daerah yang tidak terlalu panas atau daerah berhawa dingin. Jika anda memutuskan menggunakan rak bambu/kayu seperti ini, jangan lupa untuk membuat penghalang sinar matahari berupa paranet atau semacamnya. Supaya media cacing tidak mudah mengering terkena panas matahari langsung.

Budidaya Cacing Lumbricus Menggunakan Rak Bambu/Kayu

Budidaya Cacing Lumbricus Menggunakan Rak Bambu/Kayu

Rak bambu/kayu ini bisa juga untuk budidaya cacing lumbricus rubellus, cacing tiger (Eisenia foetida), ANC (African Night Crawler) dan cacing tanah pheretima.

Dipublikasi di Video | Tag , , , , , , | Meninggalkan komentar

Penggunaan Bak Beton/Semen untuk Budidaya Cacing Lumbricus

Untuk postingan kali ini akan saya berikan contoh video penggunaan bak beton/semen untuk budidaya cacing Lumbricus. Sama halnya dengan postingan kemarin tentang penggunaan keranjang buah bekas untuk budidaya cacing, bak beton/semen ini bisa juga untuk budidaya cacing lumbricus rubellus, cacing tiger (Eisenia foetida), ANC (African Night Crawler) dan cacing tanah pheretima.

Budidaya cacing lumbricus dengan bak beton

Budidaya cacing lumbricus dengan bak beton

Keuntungannya jumlah cacing yang bisa dibudidayakan dengan wadah/kontainer ini lebih banyak dari yang bisa di muat satu keranjang buah. Media juga tidak mudah cepat kering. Kerugiannya adalah kita harus hati-hati dalam penyiraman media cacing, sebab jika terlalu banyak air media cacing akan menjadi becek.

Dipublikasi di Video | Tag , , , , , , , | Meninggalkan komentar

Pemanfaatan Keranjang Buah Bekas untuk Budidaya Cacing Lumbricus

Atas banyaknya request video budidaya cacing dan seringnya pertanyaan yang saya terima dari beberapa rekan yang masih bingung tempat/wadah apa yang sebaiknya digunakan untuk membudidayakan cacing, ini saya sempatkan membuat video singkat penggunaan keranjang buah plastik bekas untuk budidaya cacing. Kontainer/wadah ini selain bisa untuk budidaya cacing lumbricus rubellus, bisa juga untuk cacing tiger (Eisenia foetida), ANC (African Night Crawler) dan cacing tanah pheretima.

Budidaya cacing lumbricus dengan keranjang buah kelengkeng

Budidaya cacing lumbricus dengan keranjang buah plastik

Keuntungan menggunakan keranjang buah bekas ini adalah, simpel, murah dan rapi. Bisa disusun bertingkat dan mudah dipindah-pindah. Jika sering disiram air pun, tidak akan membuat air menggenang karena bagian bawahnya berlubang. Harga keranjang buah bekas di kisaran Rp.10.000 an per buah.

Untuk postingan selanjutnya, akan saya beri contoh video penggunaan bak beton/semen dan rak bambu untuk budidaya cacing. Semoga artikel ini bermanfaat.

Dipublikasi di Video | Tag , , , , , , , | Meninggalkan komentar

Pakan Unggas dan Ikan

SELAIN diekstrak untuk keperluan pembuatan obat herbal, cacing tanah juga dapat diolah menjadi pakan unggas dan pakan ikan (pellet). Mengingat banyaknya peternak unggas dan pembudidaya ikan di Indonesia, pengolahan cacing menjadi bahan pakan ini memiliki prospek cerah.

Di samping kaya protein (50-72 %), cacing tanah juga mengandung beberapa asam amino yang sangat penting bagi unggas seperti arginin (10,7 %), tryptophan (4,4 %), dan tyrosin (2,25 %). Ketiga asam amino ini jarang ditemui pada bahan pakan lainnya.

Oleh karena itu, cacing tanah memiliki potensi baik untuk mengganti tepung ikan dalam ransum unggas dan dapat menghemat pemakaian bahan dari biji-bijian sampai 70 persen. Meski demikian, penggunaan cacing tanah dalam ransum unggas disarankan tidak lebih dari 20 % total ransum.

Pemanfaatan cacing tanah untuk ransum unggas relatif mudah. Bisa diberikan dalam bentuk segar, atau dijadikan tepung cacing untuk dicampurkan bersama bahan-bahan penyusun ransum unggas lainnya seperti jagung, dedak, konsentrat, dan sebagainya.

Pellet Ikan

Untuk membuat pellet ikan, bahan-bahan yang dipersiapkan adalah telur ayam yang telah direbus (diambil kuningnya saja), tepung kanji, terigu, dedak, dan tepung cacing. Semua bahan ditimbang, sesuai dengan analisis bahan. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah alat penggiling tepung, alat penggiling daging, dan baskom.

Sebelumnya, kita mesti mengolah dulu cacing segar menjadi tepung. Caranya, cacing segar dipisahkan dari medianya, kemudian dicuci dan dibilas dengan air bersih, serta ditimbang.

Cacing ditebar di atas seng, kemudian dijemur di bawah terik matahari selama sehari. Jika sudah kering, cacing dapat dibuat menjadi tepung dengan menggunakan penggiling tepung. Tepung cacing ditimbang dan siap digunakan.

Jika ingin membuat pellet dengan kadar protein 35%, maka formula ransumnya terdiri atas tepung cacing (47 %), telur ayam (20 %), dedak (18 %), terigu (14 %), dan kanji (1 %). Campurkan semua bahan, kemudian diaduk hingga merata. Tambahkan air hangat secukupnya hingga adonan menjadi liat.

Tapi ingat, jangan terlalu banyak memberi air, karena dapat mengurangi daya simpannya.
Adonan yang sudah liar bisa dicetak dengan mesin penggiling daging, sehingga menghasilkan pellet basah yang panjangnya seperti mi. Pellet yang masih basah dipotong (misalnya sepanjang 0,5 cm) sehingga membentuk butiran-butiran.

Karena masih mengandung air, pellet dijemur dulu di bawah terik matahari, sampai kering sehingga dapat disimpan dalam waktu lama. Sekarang pellet sudah jadi dan siap digunakan. Kalau mau dijual, masukkan ke kantong plastik dengan bobot tertentu. (Dudung AM-32)

http://suaramerdeka.com
Dipublikasi di Uncategorized | Tag | 1 Komentar

Bisnis Cacing Tanah Merah nan Cerah

cacing merah

Liputan6.com, Bandung: Tak banyak terdengar masyarakat yang membudidayakan cacing tanah merah (Lumbricus rubellus). Ternyata, hewan tak bertulang belakang ini bisa jadi komoditas yang menguntungkan. Tengok saja bisnis yang dilakoni Komarudin Sabarudin. Pria asal Bandung, Jawa Barat, ini jeli menangkap peluang usaha hingga mampu mengekspor cacing tanah merah ke mancanegara.

Pada mulanya, bukan cuma Komarudin yang membudidayakan cacing tanah merah di Desa Pangalengan, Kabupaten Bandung. Namun, rekan-rekan Komarudin yang turut membiakkan cacing menyerah dan berhenti. Sedangkan Komarudin terus berjuang mengembangbiakkan cacing tanah merah hingga akhirnya menghasilkan laba. “Saya lihat bahwa dari cacing tanah itu banyak sekali yang dihasilkan,” ungkap Komarudin di Bandung, baru-baru ini.

Kandungan protein yang tinggi membuat cacing tanah cocok untuk menggemburkan tanah. Selain itu, cacing juga dapat dijadikan bahan pembuatan obat, kosmetik, pelet ikan, dan lain sebagainya. Selama 12 tahun perjalanan usahanya, Komarudin juga mencoba mengembangbiakkan cacing jenis lain seperti tiger, cacing belang, cacing biru, dan cacing Afrika.

Untuk memulai budidaya cacing tanah, Komarudin menjelaskan, yang diperlukan adalah bibit cacing. Kemudian, sediakan media tumbuh yang cocok dan makanan yang berlimpah. Bentuk media tempat hidup cacing adalah kotoran sapi yang didiamkan selama dua pekan. “Untuk makanannya dari kotoran sapi yang baru,” papar alumnus Fakultas Teknik Universitas Jenderal Ahmad Yani, Bandung, ini.

Pembibitan cacing tanah merah dimulai dari memasukkan induk cacing ke dalam media. Setelah dua pekan, induk cacing akan bertelur. Lantas, pisahkan induk cacing dari telur-telurnya. “Si telur ini kita kasih makan hingga bisa menetas dan dewasa,” ucap Komarudin. Setelah mencapai usia dewasa, cacing tanah merah lokal bisa dijual seharga Rp 50 ribu per kilogram.

Keberhasilan usaha yang dirintis Komarudin mengundang minat pegawai pertanian asal Malaysia bernama, Wan Safawi bin Wan Sulong. Wan Safawi yakin masa depan budi daya cacing tanah merah juga cerah bila diterapkan di negerinya. “Saya nampak masa depan cacing ini di Malaysia sama dengan di Indonesia,” kata Wan Safawi.(ZAQ/LUC)

Dipublikasi di Uncategorized | Tag | 6 Komentar

Membuat Peternakan Cacing Sendiri

Peralatan dan Perlengkapan yang Dibutuhkan

Langkah pemeliharaan cacing Langkah pemeliharaan cacing

Untuk menunjang kegiatan produksi cacing tanah, dibutuhkan beberapa perlengakan dan peralatan yang mudah diperoleh pada lingkungan sekitar kita dan banyak dijual di toko peralatan pada umumnya. Peralatan dan perlengkapan itu antara lain :

  • Kotak untuk memelihara cacing, dapat memakai papan kayu atau bahan dari plastik maupun dari kaca. Jangan lupa untuk melubangi bagian bawah kotak sehingga dapat menampung ‘pupuk cair’ yang keluar.
  • Kompos sebagai media hidup cacing yang akan dibudidayakan.
  • Sampah sisa makanan atau sampah organik lainnya.
  • Ember dengan penutup.
  • Penutup kotak cacing yang dapat dibuat dari kayu dan kawat jaring.
  • Minyak atau oli untuk menghalau serangga yang tidak diinginkan, misalnya: semut, kecoa, dll.
  • Sarung tangan karet.
  • Bibit cacing tanah.
  • Lokasi yang terlindung dari hujan dan sinar matahari yang berlebihan.

Setelah peralatan dan perlengkapan sudah disiapkan, proses untuk melakukan pembudidayaan dapar dimulai.

Langkah-langkah untuk Pembudidayaan

Desain kotak pemeliharaan cacing Desain kotak pemeliharaan cacing

Ada lima tahapan utama untuk membudidayakan cacing tanah, yaitu :

  • Masukkan kompos setinggi 15 cm ke dalam kotak pemeliharaan secara merata.
  • Potong kecil-kecil sisa-sisa makanan atau sampah organik untuk kemudian dimasukkan ke dalam kotak pemeliharaan.
  • Tambahkan sedikit air ke dalam media hingga cukup basah dan gembur.
  • Aduk semuanya hingga tercampur merata. Anda dapat menggunakan sarung tangan yang telah disiapkan jika merasa jijik.
  • Perlahan masukkan bibit cacing tanah ke dalam kotak pemeliharaan.

Cara untuk mengetahui apakan cacing merasa nyaman di tempat hidupnya

Anda dapat memperhatikan perilaku cacing-cacing tersebut untuk mengetahui tingkat kenyamanan kotak pemeliharaan. Jika cacing masuk ke dalam media, maka mereka cukup merasa nyaman dengan kotak pemeliharaan. Sebaliknya, jika cacing-cacing tersebut mencoba naik ke pemukaan, itu tandanya kotak pemeliharaan kurang nyaman untuk mereka.
Ketidaknyamanan cacing pada kotak pemeliharaan bias dikarenakan kurangnya kelembaban, kurangnya ventilasi, atau ada zat pencemar yang tidak disukai cacing, seperti zat kimia tertentu dalam media.

Hal-hal Lain yang Perlu Diketahui dalam Budidaya Cacing Tanah

Cacing sangat bagus dalam memanfaatkan sisa makanan untuk diubah menjadi pupuk yang disebut “KASTING” & “Pupuk Cair” yang sangat bermanfaat untuk kebun anda. Tapi ingat: cacing adalah makhluk hidup yang memerlukan perhatian yang cukup dalam peme­liharaannya. Pastikan mereka tidak diberi makanan yang dapat membuat mereka sakit.

Jangan memasukkan benda-benda berikut ini dalam kotak pemeliharaan:

Ampas kopi atau teh
Minyak atau yang berminyak
Bahan yang mengeluarkan bau keras
Sabun atau bahan kimia
Tulang atau daging
Buah yang masam (jeruk)
Garam atau gula

Berapa banyakkah cacing makan?

Kurang lebih sama dengan berat cacingnya. 1 kg cacing butuh 1 kg makanan. Beri makan paling tiga hari sekali.

Cara memberi makan cacing

Cara memberi makan cacing Cara memberi makan cacing
  • Potong kecil-kecil makanannya (ingat­lah bahan-bahan yang dilarang)
  • Simpan dalam ember tertutup selama 2-3 hari agar terfermentasi
  • Buatlah lubang pada media dan masukkan makanan dari ember tadi
  • Tutup lagi dengan media perlahan-lahan (hindari alat yang tajam)

Cara menjaga kelembaban kotak pemeliharaan

Tambahkan kompos dan aduk-aduk, jaga jangan sampai media menjadi padat.
Jika terlihat kering tambahkan makan­an yang banyak mengandung air.

Hewan-hewan yang harus dijauhkan dari lokasi pemeliharaan

  • Tikus
  • Semut
  • Ayam
  • Bebek
  • Kadal
  • Katak
http://www.radmanblog.cn
Dipublikasi di Uncategorized | Tag | 7 Komentar

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan karakteristik pupuk anorganik, antara lain kandungan unsur hara yang relatif tinggi dan penggunaan yang relative praktis, meskipun sebenarnya petani menyadari harga pupuk anorganik lebih mahal. Kondisi ini semakin terasa dengan semakin naiknya harga sarana produksi pertanian, terutama pupuk organik. Namun proses pengomposan secara alami untuk mendapatkan pupuk organik memerlukan waktu yang cukup lama dan dianggap kurang dapat mengimbangi kebutuhan yang terus meningkat. Untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan pupuk organik kini ditemukan beberapa aktivator yang dapat mempercepat proses pengomposan sehingga kontinuitas produksi pupuk organik lebih terjamin.

Kompos Cacing Tanah
Kompos cacing tanah atau terkenal dengan casting yaitu proses pengomposan juga dapat melibatkan organisme makro seperti cacing tanah. Kerjasama antara cacing tanah dengan mikro organisme memberi dampak proses penguraian yang berjalan dengan baik. Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan mikroorganisme, tetapi kehadiran cacing tanah dapat membantu proses tersebut karena bahan-bahan yang akan diurai oleh mikroorganisme telah diurai lebih dahulu oleh cacing. Dengan demikian, kerja mikroorganisme lebih efektif dan lebih cepat. Hasil dari proses vermikomposting ini berupa casting. Ada juga orang mengatakan bahwa casting merupakan kotoran cacing yang dapat berguna untuk pupuk. Casting ini mengandung partikel-partikel kecil dari bahan organik yang dimakan cacing dan kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan casting
tergantung pada bahan organik dan jenis cacingnya. Namun umumnya casting mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, fosfor, mineral, vitamin. Karena mengandung unsur hara yang lengkap, apalagi nilai C/N nya kurang dari 20 maka casting dapat digunakan sebagai pupuk.

Mengenal Cacing Tanah
Cacing tanah merupakan hewan verteberata yang hidup di tempat yang lembab dan tidak terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuhnya. Kelembaban yang dikehendaki sekitar 60 – 90%. Selain tempat yang lembab, kondisi tanah juga mempengaruhi kehidupan cacing seperti pH tanah, temperatur, aerasi, CO2, bahan organik, jenis tanah, dan suplai makanan. Diantara ke tujuh faktor tersebut, pH dan bahan organik merupakan dua faktor yang sangat poenting. Kisaran pH yang optimal sekitar 6,5 – 8,5. Adapun suhu ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar antara 21-30 derajat celcius. Cacing yang dapat mempercepat proses pengomposan sebaiknya yang cepat berkembang biak, tahan hidup dalam limbah organik, dan tidak liar. Dari persyaratan tersebut, jenis cacing yang cocok yaitu Lumbricus rubellus, Eisenia foetida, dan Pheretima asiatica. Cacing ini hidup dengan menguraikan bahan organik. Bahan organik ini menjadi bahan makanan bagi cacing. Untuk memberikan kelembaban pada media bahan organik, perlu ditambahkan kotoran ternak atau pupuk kandang. Selain memberikan kelembaban, pupuk kandang juga menambah karbohidrat, terutama selulosa, dan merangsang kehadiran mikroba yang menjadi makanan cacing tanah.

Memperoleh Bibit Cacing

Dalam pembuatan casting, penyediaan bibit cacing merupakan hal yang utama. Bibit ini dapat diperoleh di peternak cacing. Dengan membeli di peternak, cacing yang diperoleh telah jelas jenis, umur dan beratnya. Di peternak, bibit cacing dijual per kilogram. Dalam membeli cacing tersebut, perlu disediakan wadah untuk membawanya. Wadah ini dapat berupa wadah plastik yang biasanya juga untuk budidaya cacing. Wadah ini kemudian diisi media (biasanya dari peternak) lalu diisi cacing yang telah ditimbang. Untuk mengurangi sinar matahari, wadah ditutup dengan potongan batang pisang.

Cara Pembuatan
Ada dua cara pembuatan casting. Cara pertama, dalam cara ini perlu dipersiapkan mengenai cacingnya, bahan yang dikomposkan, dan lokasi pengomposan. Setelah semuanya disiapkan, tinggal proses pengomposan.

– Pengadaan cacing tanah
Jumlah cacing yang diperlukan belum ada patokan. Ada yang menggunakan pedoman bahwa setiap meter persegi dengan ketebalan media 5-10 cm dibutuhkan sekitar 2000 ekor cacing atau luas 0,1 m2 dibituhkan 100 gram cacing tanah. Perlu diketahui bahwa dalam satu hari cacing tanah akan memakan makanan seberat tubuhnya, misalnya bobot cacing 1 gram maka dalam satu hari cacing akan memakan 1 gram makanan.

– Bahan
Bahan yang digunakan berupa anorganik (limbah organik), seperti sisa sayursayuran, dedaunan atau kotoran hewan. Dengan demikian proses pengomposan cara ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik dan menghasilkan pupuk organik dan menghasilkan cacing yang menjadi sumber protein hewani bila digunakan sebagai pakan ternak. Bahan organik ini tidak dapat langsung digunakan atau diberikan kepada cacing, tetapi harus dikomposkan atau difermentasikan. Caranya yaitu dibiarkan sekitar 1 minggu. Selain bahan organik yang diberikan pada awal sebagai media, diperlukan juga makanan tambahan untuk menghindari makanan yang asam karena berbahaya bagi cacing. Makanan tambahan ini dapat berupa kotoran hewan atau sisa tanaman yang telah dihaluskan.

– Wadah
Wadah yang digunakan untuk budidaya cacing maupun pembuatan casting dapat berupa kayu, plastik, atau hanya berupa lubang-lubang dalam tanah. Perlu diperhatikan, wadah tersebut tidak terbuat dari logam atau alumunium yang dapat membahayakan cacing. Beberapa bahan serta ukuran yang biasa dibuat untuk wadah pembudidayaan cacing yaitu: kotak kayu berukuran 60 x 45 x 15 cm3, lubang tanah berukuran 8 x 0,2 m3, drum berdiameter 100 cm, tinggi 45 cm.

Proses Pengomposan

1. Limbah organik seperti sampah daun atau sayuran ditumpuk dan dibiarkan agar gas yang dihasilkan hilang. Tumpukan itu disiram air setiap hari dan dibalik minimal 3 hari sekali. Proses ini dilakukan sekitar 1 minggu.
2. Setelah sampah tidak panas (suhu normal), tempatkan di wadah yang telah disediakan. Akan lebih baik bila dicampur dengan kotoran hewan yang tidak baru dan tidak kadaluwarsa. Pencampuran kotoran hewan ini dimaksudkan untuk menambah unsur hara bagi pupuk yang dihasilkan. Setiap hari ditambahkan makanan tambahan berupa kotoran hewan yang telah diencerkan seberat cacing yang dipelihara, misalnya cacing 1 gram maka makanan tambahan yang ditambahkan juga 1 gram.
3. Proses pengomposan ini diakhiri setelah bahan menjadi remah dan terdapat butir-butir kecil lonjong yang sebenarnya merupakan kotoran cacing. Hasil kompos ini juga tidak berbau.
4. Setelah cacing jadi, cacing dipisahkan dari casting secara manual yaitu dengan bantuan tangan. Hasil casting dikering anginkan sebelum dikemas. Casting dari proses ini ternyata mengandung komponen biologis dan khemis. Komponen biologis yang terkandung yaitu bakteri, actinonmycetes, jamur, dan zat pengatur tumbuh (giberelin, sitokini dan auksin). Adapun komponen kimianya yaitu pH 6,5 – 7,4, nitrogen 1,1 – 4%, fosfor 0,3 – 3,5%, kalium 0,2 – 2,1%, belerang 0,24 – 0,63%, mangnesium 0,3 – 0,6%, dan besi 0,4 – 1,6%.

Cara kedua
Cara ini dilakukan dengan cara: cacing yang berperan dalam proses ini sangat spesifik karena hanya menguraikan kotoran kerbau dan tidak dapat menguraikan jenis bahan organik lain, seperti kotoran sapi, kambing, jerami, sayuran maupun dedaunan. Apabila berada dalam bahan organik selain kotoran kerbau, cacing jenis ini akan mati. Jenis cacing yang berasal dari taiwan ini belum diketahui sifat pastinya yang jelas, cacing ini mempunyai ukuran yang relatif kecil dibandingkan jenis cacing pada umumnya, rata-rata sepanjang korek api, tubuhnya berwarna merah. Karena cacing ini hanya menguraikan kotoran kerbau, maka bahan utama untuk casting ini adalah kotoran kerbau. Kotoran yang baik untuk dikomposkan kirakira telah dibiarkan seminggu. Apabila kurang dari seminggu, kotoran terlalu lembab. Namun apa bila terlalu lama maka kotoran terlalu kering (kelembabannya kurang). Tempat pengomposan sebaiknya beralas semen dan ternaungi dari sinar matahari maupun air hujan. Ingat cacing tidak tahan sinar matahari langsung.

Tahap-tahap pengomposan sebagai berikut:

1. Cacing (biasanya dengan medianya) dicampur dan diletakkan diantara kotoran kerbau. Kotoran yang telah berisi cacing diletakkan dibentuk seperti bedengan dengan lebar 60 cm, tinggi kurang lebih 15 dan panjang tergantung bahan dan lokasi. Apabila kotoran ini terlalu kering karena telah lama dibiarkan (lebih dari seminggu), sebaiknya kotoran ditutup dengan karung goni untuk menjaga kelembaban.
2. Setelah 2-3 minggu, bedengan kotoran tersebut agak diratakan sehingga permukaan menjadi lebar kurang lebih 1 m. Perlakuan ini untuk meratakan cacing juga.
3. Setelah 2-3 minggu, bedengan dikumpulkan lagi seperti nomor 2. Pada saat ini kotoran tidak menggumpal lagi, sebagian besar telah berubah menjadi gembur (remah). Pada tahap ini, disisi kiri dan kanan bedengan diberi tumpukan kotoran kerbau lagi. Hal ini dilakukan karena cacing yang telah selesai memakan kotoran yang pertama akan mencari makanan yang baru yaitu kotoran yang baru diletakkan. Proses ini diperkirakan berlangsung selama 1 minggu.
4. Kotoran dalam bedengan 1 akan bertambah gembur, remah, lebih kering, dan tidak berbau tidak ada yang menggumpal. Kotoran kerbau yang telah menjadi casting ini disaring dengan saringan pasir sehingga diperoleh hasil casting yang halus. Sisa dari penyaringan, berupa tanah atau jerami yang tidak tersaring sebaiknya dibuang atau disisihkan.
5. Pada tahap ini kemungkinan masih ada casting yang lolos dari saringan sehingga perlu dikeluarkan. Caranya yaitu dengan meletakkan kotoran kerbau yang masih bongkahan disisi atau disekitar gundukan. Tunggu sekitar 1 minggu. Dalam waktu tersebut diharapkan cacing akan keluar dari gundukan casting dan berpindah ke kotoran kerbau yang baru.
6. Casting yang telah disaring dapat disaring lagi agar hasil yang diperoleh lebih bagus. Adapun kotoran yang telah berisi casting dipisahkan untuk diproses menjadi casting seperti no.2. Casting yang telah jadi dikemas dengan plastik. Dari hasil laboratorium, casting yang dihasilkan dari kotoran kerbau mempunyai kandungan sebagai berikut:

Kadar lengas (%) 2mm : 10,286
Kadar lengas (%) 0,5 mm : 10,1
C (%) : 39,532
BO (%) : 68,158
N total (%) : 1,182
P total (ppm P) : 456,748
K total (%) : 1,504
Ca total (%) : 0,208
Mg total (%) : 0,048
Zn (ppm) : 174,032
Cu (ppm) : tak tersidik
Mn (ppm) : 1610,676
Fe (%) : 1,174
Humat (%) : 0,952
Fulfat (%) : 0,626

Penulis : Warsana, SP.M.Si
Penulis adalah Penyuluh Pertanian di BPTP Jawa Tengah, BBP2TP
Tabloid Sinar Tani
Dipublikasi di Uncategorized | Tag , | 2 Komentar

Cacing Tanah, Aset Masa Depan

SHANGHAI, Dua keluarga dari daerah Danau Dianshanhu di Kabupaten Qingpu, Shanghai, akan mengembang-biakkan cacing tanah sebagai bagian dari pilot proyek oleh satu organisasi perlindungan lingkungan hidup lokal.

Dalam kondisi yang tepat, 1 kilogram cacing tanah dapat menghabiskan sampai 1 kilogram sampah dapur setiap hari dan menghasilkan setengah kilogram limbah cacing tanah, yang dapat digunakan sebagai pupuk.

Program percobaan tersebut bertujuan mendorong peternakan cacing sebagai cara efektif mengurangi limbah dapur di kota itu.

Percobaan serupa sedang dilakukan di Beijing. Rancangan lokal tersebut sedang dikembangkan di Pusat Komunikasi dan Pelestarian Ekologi Oasis Hijau Shanghai dan Fana Alam Seluruh Dunia.

Staf Pusat Komunikasi dan Pelestarian Ekologi Oasis Hijau Shanghai telah memelihara cacing tanah di kantor mereka selama lebih dari satu tahun. Mereka memelihara cacing tanah di dalam tempat penyimpanan plastik besar dan memberi makan hewan itu dengan kulit buah serta sisa makanan.

Staf di pusat tersebut mengatakan sistem pencernaan cacing tanah berisi bermacam jenis enzim yang mampu mengurai sampah dan bahkan menghilangkan beberapa bahan beracun, seperti logam berat.

“Tiga atau empat keluarga telah mengajukan kesediaan untuk ikut dalam proyek percobaan itu, tapi para ahli kami belum menghubungi mereka,” kata seorang anggota staf yang bermarga Chen di pusat tersebut.

“Kami akan memilih dua keluarga dan percobaan mereka akan dimulai pada pertengahan Mei. Kami berharap setiap keluarga dapat memelihara cacing tanah di rumah mereka,” katanya.

KOMPAS.com

Dipublikasi di Uncategorized | Tag | Meninggalkan komentar

Wahyu Betah Jadi Pengusaha Cacing

Puluhan cacing berwarna cokelat menggeliat di dalam besek yang beralaskan daun talas. Selain beberapa helai daun dan cacing, besek tersebut juga berisi setumpuk tanah. Tanah kering untuk cacing kalung dan tanah basah seperti lumpur untuk cacing sawah.

Tak perlu diberi makan, asal tanahnya berkualitas baik, dijamin cacing-cacing tersebut akan tetap hidup dan gemuk.

“Kalau cacing kalung sudah sebesar kelingking, bisa diolah untuk dijadikan obat panas atau tifus,” ujar Wahyu (45), si “pengusaha” cacing yang ditemui di rumahnya di Kampung Cijeungjing RT 4 RW 15, Desa Kertamulya, Kec. Padalarang, Kab. Bandung Barat, Selasa (14/4) lalu.

Tanpa ragu, resep obat menurunkan panas dan tifus dengan bahan dasar cacing kalung dipaparkan oleh Wahyu. Menurut dia, cairan berwarna kuning yang terkandung di dalam tubuh cacing adalah bagian terpenting untuk pengobatan. Setelah cacing diiris-iris, kemudian cacing diblender dicampur air panas agar bakterinya mati.

“Jika bahan sudah tercampur, tambahkan kunyit dan madu. Setelah itu diminumkan pada penderita panas atau tifus,” ungkap Wahyu.

Selain untuk mengobati panas dan tifus, manfaat cacing kalung dan cacing sawah yang Wahyu jual adalah untuk umpan memancing. Seperti Alo (28), salah seorang pembeli cacing di tempat Wahyu. Pagi itu, Alo bersama ayahnya bersiap untuk pergi memancing di Waduk Jatiluhur. Agar hasil tangkapannya banyak, dia membeli cacing-cacing milik Wahyu untuk dijadikan umpan.

“Saya selalu beli cacing sawah di sini. Sudah langganan, makanya dapat bonus. Beli dua besek, gratis satu bungkus cacing tambahan,” ucap warga Kota Cimahi ini.

Hampir lima tahun ini Wahyu akrab dengan hewan yang kerap membuat ibu-ibu geli ini. Dari cacing-cacing itu pula, Wahyu bisa membiayai keempat anaknya sekolah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dalam satu hari omzetnya Rp 500.000,00, kalau sedang ramai seperti akhir pekan atau Lebaran, Wahyu bisa mengantongi Rp 1,5 juta setiap harinya.

Isteri Wahyu, Ny. Yayah (41) mengaku, tidak menyangka bisa mendapat penghasilan yang cukup besar dari berjualan cacing. Padahal awalnya, Yayah merasa jijik saat suaminya mulai memelihara puluhan cacing di rumah mereka.

“Saya sempat satu minggu enggak bisa makan karena jijik lihat cacing terus. Tapi, lama-lama jadi biasa, karena tiap hari bantu suami berjualan,” katanya,

Pasokan cacing Wahyu dapatkan dari para pencari cacing yang berjumlah sepuluh orang. Para pencari cacing ini biasa mencari cacing di beberapa wilayah Kota Bandung, Margaasih, Padalarang, Nanjung, dan Soreang. Wahyu biasa membeli cacing hasil tangkapan para pencari cacing Rp 35.000,00 per lima kilogram atau satu kencleng.

Selain Wahyu, di daerah Padalarang ada tiga belas penjual cacing kalung dan cacing sawah lainnya. Namun, menurut Wahyu, penjual lain mencari cacingnya sendiri, tidak memakai jasa pencari cacing seperti dirinya.

“Sampai sekarang saya masih betah jualan cacing. Risiko ruginya kecil, paling ada cacing yang mati saja,” ujar Wahyu.

(Windy Eka Pramudya/”PR”)

Dipublikasi di Uncategorized | Tag | 2 Komentar

Pembuatan Pakan Ikan Alternatif dari Bahan Cacing Tanah

Cacing tanah merupakan hewan yang berpotensi menjadi bahan makanan.sumber protein tinggi. Budidaya cacing tanah relatif mudah, efisien dan murah, dimana untuk membudidayakan cacing ini hanya dibutuhkan suatu media berupa kompos (dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menguraikan sampah organik).

Kotak untuk pemeliharaan cacingKotak untuk pemeliharaan cacing

Sisa dan media ini selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk pupuk tanaman, karena penguraian sampah organik oleh cacing tanah banyak menghasilkan unsur hara yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Bekaitan dengan potensi cacing tanah sebagai bahan makanan sumber protein tinggi, pemanfaatannya sangat beragam seperti:

  • a. Untuk bahan campuran kosmetika.
  • b. Sebagai makanan suplemen kesehatan.
  • c. Bahan obat-obatan terutamayang menyangkut dengan anti biotik.
  • d. Sebagai pakan ternak.

Komposisi nutrisi Lumbricus rubelius adalah sebagai berikut:

  • Protein Kasar : 60 – 72%
  • Lemak : 7 – 10%
  • Abu : 8 – 10%
  • Energi :900 – 4100 kalori/gram.

Dengan memperhatikan komposisi nutrisinya, maka di dunia perikanan,cacing tanah ini berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan ransum makanan ikan.

Cacing segar siap untuk dipanen Cacing segar siap untuk dipanen

Seperti diketahui bahwa untuk pertumbuhan ikan, sangat ditentukan oleh kandungan protein dalam makanannya. Mengingat kandungan protein cacing yang cukup tinggi (lebih tinggi dari ikan dan daging) serta komposisi asam amino esensial yang lengkap sehingga, dapat diperkirakan bila cacing tanah ini dapat dimakan oleh ikan akan diapat memacu pertumbuhan dan menghasilkan ikanyang sehat serta tahan terhadap serangan penyakit.

Adonan cacing yang siap digiling Adonan cacing yang siap digiling

ALAT, BAHAN, DAN METODE

Peralatan yang digunakan adalah:

  • Alat Penggiling Tepung
  • Alat Penggiling Daging
  • Baskom
Adonan cacing yang siap dipotong-potong Adonan cacing yang siap dipotong-potong

Untuk membuat tepung cacing, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

Bahan:

  • a. Tepung Cacing : 41%
  • b. Telur ayam : 20%
  • c. Terigu : 14%
  • d. Dedak : 18 %
  • e. Kanji :1%
  • 1. Cacing segar dipisahkan dari medianya.
  • 2. Cacing segar ini di cuci/bilas dengan air berslh, lalu ditimbang.
  • 3. Cacing segar dijemur oleh panas matahari di atas seng dalam 24 jam (suhu udara 32 – 35 derajat celcius).
  • 4. Cacing yang sudah kering kemdian dibuat menjadi tepung dengan menggunakan penggiling tepung.
  • 5. Tepung cacing ditimbang dan siap untuk digunakan.
Pelet ikan yang sudah jadi Pelet ikan yang sudah jadi

Untuk menjadikan pelet, bahan-bahan yang dipersiapkan adalah kuning telur ayam yang telah direbus, tepung kanji, terigu, dedak, tepung cacing, masing-masing ditimbang sesuai dengan analisis bahan. Langkah-langkah pembuatannya sebagai berikut :

  • Semua bahan dicampur dan diaduk menjadi satu.
  • Tambahkan air hangat secukupnya hingga adonan menjadi cukup kenyal. Penggunaan air harap diperhatikan seminim mungkin penggunaannya.
  • Setelah adonan terbentuk selanjutnya dicetak dengan mesin penggiling daging sehingga menghasilkan pelet basah yang panjangnya seperti mie.
  • Pelet basah tersebut dipotong per 0,5 cm membentuk butiran-butiran.
  • Setelah itu pelet dijemur di panas matahari seharian.
  • Kemudian pelet ditimbang dan siap digunakan

Untuk memperoleh pelet dengan kandungan protein 35%, maka susunan ransumnya adalah:

% Berat
Tepung Cacing 47
Telur Ayam 20
Terigu 14
Dedak 18
Kanji 1
Sumber: Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta, Brosur Informasi Proyek Peningkatan Diversifikasi Usaha Perikanan
Dipublikasi di Uncategorized | Tag | 3 Komentar